Binar dan Bonar





Di sebuah desa di pinggiran hutan hiduplah dua orang saudara kembar, Binar dan Bonar. Umur mereka 10 tahun. Waktu kecil, kedua orang tua mereka mengirim mereka ke sebuah sekolah. “Bersekolah adalah untuk mendapatkan ilmu pegetahuan, agar kalian menjadi anak yang pintar”. Demikianlah kata orang tua mereka.
Di sekolah, Binar adalah anak yang rajin. Setiap hari Binar belajar dengan penuh semangat. Binar merasa senang menerima pengajaran dari Pak Rona, guru di kelas mereka. Apapun tugas belajar yang diberikan Pak Rona, Binar selalu mengerjakannya dengan penuh semangat. Kalaupun ada pelajaran yang belum dipahami, Binar tidak akan pernah malu bertanya kepada Pak Rona ataupun teman-teman sekelasnya.
Meskipun saudara kembar, perilaku Bonar sangat berbeda. Bonar tidak senang belajar. Setiap kali mendapatkan pelajaran di sekolahnya, Bonar selalu berusaha untuk mengatur siasat agar tidak perlu mengerjakan tugas itu.
Suatu pagi, Pak Rona mengajak anak-anak di kelasnya untuk berlatih menulis. Binar dengan semangat berlatih menulis. Satu demi satu huruf ditulis dengan sungguh-sungguh. Karena ketekunannya, Binar dapat dengan cepat menyelesaikan tulisannya. Setelah itu, Binar pun membantu teman-teman lainnya yang belum pandai menulis. Teman-temannya sangat senang kepada Binar, sudah pintar, senang membantu juga. Sementara itu, Bonar menyimpan rasa malas dalam hatinya. Bonar berpura-pura merintih kesakitan. Ketika ditanya oleh Pak Rona, kenapa Bonar sangat kesakitan? Bonar mengatakan bahwa tangannya terkilir sehingga tidak bisa menulis. Pak Rona lalu mengizinkan Bonar untuk istirahat.
Di hari yang lain, Pak Rona mengajak anak-anak bernyanyi lagu yang gembira. Bonar sangat tidak senang melihat teman-temannya bernyanyi. Bonar juga tidak suka bernyanyi, baginya itu hanyalah kegiatan yang membuang-buang waktu. Bonar diam saja ketika teman lainnya bernyanyi bersama. Pak Rona lalu menghampiri Bonar. Pak Rona menanyakan apakah Bonar baik-baik saja? Dengan mimik muka sedih Bonar mengatakan bahwa dirinya sedang sakit tenggorokan sehingga tidak bisa bernyanyi.  Pak Rona pun mempersilakan Bonar pulang dan beristirahat. Bonar sangat senang bisa mengakali gurunya itu.
Pernah suatu ketika, Pak Rona meminta anak-anak bergantian membaca tulisan yang ada di papan tulis. Binar dan teman-teman sekelasnya sangat bersemangat belajar membaca. Namun, ketika tiba pada giliran Bonar, Ia tiba-tiba mengucek matanya. Bonar mengatakan bahwa dari tempatnya, papan tulis begitu silau dan tidak dapat membaca tulisan itu. Binar beberapa kali memperingatkan Bonar agar belajar dengan sungguh-sungguh, akan tetapi, Bonar tidak pernah mempedulikan saudaranya itu.
Waktu akhir semester tiba. Sekolah mengadakan kegiatan petualangan lingkungan untuk semua murid. Binar sangat senang mengikuti kegiatan itu. Binar suka melakukan petualangan. Apalagi, ini adalah kegiatan bersama teman-teman di alam terbuka. “Tentu akan sangat menyenangkan.” Pikir Binar. Udara pedesaan tepi hutan yang segar dan sejuk menambah asyik suasana. Sayang sekali, kegiatan itu tidak terlalu menyenangkan bagi Bonar. Bonar berupaya menyusun strategi agar bisa tidak ikut kegiatan itu. Bonar bersembunyi di balik semak belukar dan berharap tidak ada orang melihatnya. Bonar merasa senang jika bisa diam saja di semak belukar itu tanpa harus capek berpetualang bersama teman dan gurunya.
Benar saja, memang tidak ada seorang pun yang melihat Bonar waktu itu. Teman-teman dan gurunya telah berjalan jauh meninggalkannya. Ketika itu Bonar merasa situasi sudah aman. Bonar hendak pergi dari semak belukar dan segera pulang. Namun, belum berhasil Ia mengangkat kakinya dari kumpulan semak belukar. Tiba-tiba Bonar merasakan sakit yang sangat luar biasa pada kakinya. Dan entah apa yang terjadi lagi, Bonar tidak sadarkan diri.

***

Bonar membuka mata, dilihatnya Binar dan Pak Rona berdiri di sampingnya. Ada pula teman-teman sekelasnya menunggu di sisi lain ruangan. Binar memegang tangan Bonar dan berkata, “Syukurlah, kamu sudah sadar, Adikku.” Binar dan Pak Rona tersenyum padanya. Pak Rona lalu menjelaskan bahwa Bonar tadi digigit ular hijau. Untung ada Bapak Petani yang dengan sigap menolongnya dan melaporkan kepada Pak Rona. Sehingga Bonar bisa dengan cepat dibawa ke klinik terdekat. Kalau tidak demikian pastinya akan fatal akibatnya. Bonar lalu mengatakan penyesalannya telah malas belajar dan malas mengikuti kegiatan sekolah. Bonar berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Mereka semua lalu memeluk Bonar penuh kasih sayang.

Komentar